Prolog:
Memasuki bulan puasa yang sangat
panjang ini akhirnya berteman kembali dengan buku-buku dan membuat artikel yang
dipublish kembali ke blog yang sudah lama kosong. Artikel banyak dari kemarin,
tetapi belum dipublish karena sibuk sekali waktu kemarin-kemarin. Pinginnya sih
untuk come-back publish artikel yang pertama adalah artikel ‘Do It Yourself “Kuras
Tangki Bensin New Mega Pro” gara-gara si Samid yang interest masalah ini waktu saya dan teman-teman berkumpul, namun
apa daya artikel tersebut ketlisut (bukan
hilang loo) meninggalkan foto-fotonya saja, artikel perlu dicari dan memakan
waktu juga. Akhirnya ilham itu datang juga ketika penjelasan saya mengenai
kata-kata “nabi” di debat oleh Eva teman saya lewat BBM. Eva mendebat kenapa
saya menggunakan kata nabi untuk seorang tokoh bernama Karl Marx. Menurut Eva,
nabi ya nabi! seorang pembawa wahyu keagamaan yang ilmunya berasal dari langit.
Meskipun saya menjelaskan bahwa karl Marx memang dapat dianggap nabi oleh
pengikut-pengikutnya atau kaum komunis. Kata nabi saya perluas bukan hanya
seorang tokoh yang membawa informasi dari langit atau dari Tuhan atau dapat
juga disebut ke-wahyu-an, namun lebih luas lagi, Nabi dipandang sebagai orang
yang dapat mempengaruhi orang per orang, masyarakat per masyarakat dengan
pendapat dan pikirannya. Nabi menurut saya bukan hanya orang yang membawa pesan
dari langit (saja) melainkan semua pembawa pesan/informasi yang pengaruhnya
sangat luas di masyarakat. Perdebatan itupun akhirnya berakhir dengan kata-kata
“aku ngelu Bob (Aku pusing Bob)..........” Tetapi obrolan itu akhirnya membuat
saya mendapat ilham untuk menuliskan artikel
dengan judul diatas. Mengenai pemahaman saya tentang filsafat, kewahyuan
dan ilmu pengetahuan. Selamat membaca.
_________________________________________________________________________________
Filsafat, Kewahyuan, dan ilmu
pengetahuan sebenarnya adalah 3 aspek yang berbeda, tetapi juga ada
persamaannya. Untuk persamaannya; ketiga aspek ini sama-sama merupakan pola
pikir manusia yang selalu mencari kebenaran dan pencerahan, sedangkan perbedaannya
saya jelaskan panjang lebar pada paragraf-paragraf dibawah.
Ilmu Filsafat terlahir dari
pengolahan pola pikir manusia dalam menghadapi masalah yang ada di dunia ini,
Hidup pasti disertai masalah yang disebut dengan permasalahan hidup, jumlahnya
terkadang tak dapat dihitung juga. Sangat amat banyaknya. Setiap proses ada masalahnya
sendiri, pun ketika kita naik ke proses berikutnya masalah pun pastinya tetap
ada. Di dalam buku “Di Cacing dan Kotoran kesayangnnya’ karya Ajahn Brahm dapat
dilihat hidup manusia yang diliputi segala masalah tergantung
tingkatan-tingkatan hidupnya. Jika kita masih sendiri/single/jomblo maka kita
akan mengalami masalah jomblo/jomblowati, banyak sekali masalahnya mulai dari
masalah kesendiriaan (lonely) pun masalah-masalah lain yang mengikutinya. Ketika
kita memilih untuk melakukan hubungan dengan seorang cewek, maka masalah jomblo
akan meninggalkan kita, tetapi jangan senang dahulu! Masalah jomblo
meninggalkan kita tetapi datang masalah orang berpacaran, mulai dari menyatukan
prinsip dan pikiran dengan pasangan juga masalah lain yang mengikutinya.
Sehabis berpacaran maka menikah, masalah orang berpacaran pun menghilang
digantikan dengan masalah orang berumah-tangga. Itulah contoh sebagian kecil
permasalahan dalam hidup yang sebenarnya “segudang” banyaknya.
Nah hubungan dengan filsafat
adalah; Filsafat adalah pola pikir manusia dalam menghadapi masalah-masalah
dalam kehidupan itu, karena pemikiran setiap orang berbeda-beda maka cara
menghadapi masalahnya pun berbeda-beda dan akhirnya pendapatnya pun
berbeda-beda pula. Kemandekan dari
filsafat adalah jika tidak ada lagi pemikiran yang mengoreksi atau merevisi
pemikiran sebelumnya sekecil apapun itu, namun hal itu mungkin sangat sulit
mengingat insan manusia adalalah insan yang selalu berfikir dan mencari
kebenaran dalam kehidupannya. Jika dapat dibuat contoh; pemikiran pada zaman Yunani
kuno direvisi oleh Adam Smith, pemikiran Adam Smith direvisi oleh pemikiran
Karl Marx, Pemikiran Karl Marx direvisi atau disesuaikan dengan pemikiran Mao
Zedong menjadi Maoisme, Pemikiran Karl
Marx disesuaikan dengan pemikiran Lenin menjadi Leninisme, pemikiran Leninisme
direvisi oleh Stalin menjadi Stalinisme, pun begitu pemikiran Maoisme pun tidak
mandek dengan mendapat revisi dari
Deng Xiaoping dengan pemikiran “sosialisme berkepribadian Tiongkoknya”. Sampai-sampai
saat inipun semua filsafat tidak mandek, semua ber-alur bergerak berombak-ombak
mengikuti jaman dan lingkungannya disertai dengan pemikiran dari pembawanya.
Filsafat tidak pernah stagnan (berhenti), dia seperti aliran sungai yang terus
mengalir mengikuti wilayahnya, mengikuti angin, mengikuti bebatuan dan
mengikuti besar-kecilnya aliran sungai kehidupan. Maka dalam pandangan saya
mengenai filsafat ini sesuai benar dengan pandangan Herakleitos yakni “Panta
Rei” tidak ada yang tetap, semua berubah setiap waktu.
Manusia adalah insan yang befikir
dan akan terus mencari kebenaran dan pencerahan, namun dia memiliki pikiran
(otak) yang digunakan untuk men-digest (mengolah) masalah yang ada di kehidupan
ini. Seperti yang saya jabarkan pada paragraf diatas. Manusia akan terus
berfikir, akan terus menuju pencerahan dan akan terus menuju kebenaran dengan
modal pikirannya, maka tidak heran setiap pikiran dan pendapat tidak boleh
dipandang sebagai yang “terbaik” karena akan “mematikan” fikiran dan pendapat
dari manusia lain, namun pikiran dan pendapat (yang membentuk ilmu filsafat
tersebut) hanya ada dua yakni “baik” dan “lebih baik”. Pikiran atau pendapat
yang “baik’ dan pikiran atau pendapat yang “lebih baik” yang merevisi pendapat
yang “baik” tadi. Pikiran dan pendapat dari seorang filsuf mungkin “baik” pada
waktu itu, namun tidak menutup kemungkinan kali ini, waktu ini, detik ini ada
pendapat dan pemikiran yang “lebih baik” dari pemikiran yang “baik” tersebut.
Menurut saya, inilah dasar yang
membedakan filsafat dengan kewahyuan. Ketika kewahyuan (yang nantinya saya
jelaskan dengan lebih mendetail pada paragraf selanjutnya) dianggap sebagai “informasi
langit” yang sebenarnya tidak diperbolehkan untuk direvisi ataupun
dirubah-rubah, namun seharusnya dapat dikuatkan oleh fakta yang dapat dinilai
dengan ilmu pengetahuan. Berbeda dengan filsafat yang memang harus membuka
lebar-lebar pintu dan jendela revisi karena keterbatasan pemikiran manusia
sendiri dalam mengolah masalah-masalah yang segudang banyaknya di dunia ini.
Masuk aspek selanjutnya tentang
kewahyuan. Kewahyuan dianggap sebagai informasi dari langit (atau dari Tuhan) yang
dibawa oleh seorang tokoh dan mempengaruhi masyarakat. Di dalam aspek kewahyuan
ini seharusnya memang di tutup celah-celah revisi oleh manusia karena anggapan
informasi dari langit adalah informasi yang bersumber dari “Maha Tahu” dan “Maha
Memahami” yang seharusnya tingkatan kesempurnaannya lebih tinggi daripada
tingkat pemikiran manusia yang penuh dengan keterbatasan. Di dalam aspek
kewahyuan ini juga di kenal aspek ibadah yang saya anggap sebagai “suruhan”
dari langit untuk mengerjakan sesuatu meskipun saya tidak mendapat timbal-balik
keuntungan langsung dan dapat terlihat secara nyata. Konsep ibadah ini didasari
karena adanya “kepercayaan” yang mendasarinya, jika tidak ada kepercayaan yang
mendasarinya ibadah menjadi hal-hal yang dianggap membuang-buang waktu saja.
Coba anda fikir tanpa kepercayaan dan keimanan yang anda miliki anda mungkin
tidak mau membuang-buang uang hanya untuk bersedekah saja, ataupun tanpa
keimanan dan kepercayaan yang anda miliki dapatkan anda bangun pada dini hari
dan melakukan ibadah sunah anda. Saya rasa tidak. Oleh karena itulah, di dalam
aspek kewahyuan yang berarti informasi didapat dari langit dengan
kegiatan-kegiatan tertentu yang disebut “ibadah” ada aspek yang mengikutinya
yakni; kewahyuan tidak boleh mendapat revisi dari segala pikiran manusia karena
manusia dianggap memiliki keterbatasan padahal, kewahyuan dianggap sebagai
informasi langit dari “Yang Maha Tahu” dan “Yang Maha Memahami” di lingkungan
dunia dan akhirat, karena dianggap wahyu dari langit yang sempurna maka segala
informasi tersebut harus diikuti oleh kepercayaan dan keimanan dalam
menjalankannya. Namun, untuk saya sendiri karena kewahyuan dianggap informasi
yang sempurna maka seharusnya memang harus “kuat” untuk dijalankan di dunia,
dapat dilakukan (realistis dengan kemampuan manusia) dan harus bermanfaat dalam
aspek kemanusiaannya (Humanity). “Kuat” dijalankan didunia berarti ajaran itu
harus murni dari tokoh pembawanya tanpa adanya revisi dari pikiran manusia
selama perjalanannya kesini. “Kuat” juga berarti dapat dibuktikan dengan ilmu
pengetahuan (yang akan dibahas pada paragraf selanjutnya)yang dapat menguatkan
bahwa ajaran tersebut memang berasal dari “Yang Maha Tahu” dan “Yang Maha
Memahami” yang tidak mungkin keliru dan tidak mungkin di revisi oleh manusia. Aspek
“realistis sehingga dapat dijalankan oleh manusia” juga saya pikir merupakan
aspek yang harus mengikuti aspek kewahyuan itu sendiri. Sebagai contoh, jikalau
ada kewahyuan yang menyuruh anda untuk beribadah dengan bertempat tinggal di matahari
yang sangat tidak mungkin untuk dikerjakan oleh manusia maka “keaslian”
kewahyuan tersebut perlu dipertanyakan juga. Yang terakhir adalah harus merubah
pola pikir dan tindak tanduk masyarakat menjadi lebih beradab atau dapat
disebut juga bermanfaat bagi kemanusiaan (humanity). Sebagai contohnya saya
sebagai muslim yang sangat bangga jika melihat sejarah islam yang akhirnya
dapat merubah masyarakat Arab yang dahulunya tidak beradab (jaman jahiliyah)
menjadi masyarakat yang beradab dengan cahaya islam.
Aspek terahir mengenai ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan dapat dilihat dari adanya fenomena-fenomena yang terjadi di alam,
di lingkungan sekitar manusia hidup. Manusia yang berfikir akan mencoba untuk
memahami dan menguasai fenomena-fenomena tersebut. Di dalam hal ini mungkin
serupa dengan filsafat, namun bedanya pada filsafat kita mengenal area utopia. Area
utopia adalah area angan-angan dimana tempat tersebut adalah tempat yang penuh
kesempurnaan. Area utopia ini juga ada pada aspek kewahyuan seperti contoh
dengan adanya konsep surga, namun pada aspek ilmu pengetahuan aspek ini hilang
karena ilmu pengetahuan berbicara berdasarkan bukti dan fakta yang bersifat
material yang mengungkapkan rahasia dari fenomena-fenomena yang terjadi. Ilmu pengetahuan
lebih cenderung untuk memahami dan menguasai fenomena yang terjadi di alam yang
nantinya dapat digunakan untuk ke-masyahlahat-an kemanusiaan ataupun efek
sampingnya juga buruk bagi kemanusiaan. Bom nuklir contohnya, tetapi karena ilmu
pengetahuan (ilmu geologi) kita menjadi mengenal proses gempa bumi dan gunung
api sehingga alarm bahaya dapat berbunyi lebih awal untuk mengurangi korban.
Ilmu pengetahuan sepertinya diciptakan Tuhan seperti pisau yang dapat
bermanfaat dan dapat pula digunakan sebagai kekuatan pembunuh tergantung
bagaimana manusia menempatkannya, namun
itulah berkah Tuhan, Wallahualam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar