Selasa, 14 Oktober 2014

Menggambar Fadli Zon wakil ketua DPR dari theUntold stories

Nama oom satu ini mulai tenar belakangan  setelah menjadi tim sukses pasangan Prabowo-Hatta di pilpres 2014 kemarin. Padahal nama oom ini belum setenar sekarang ketika menjadi timses pasangan Mega-Prabowo pada pilpres 2004 lalu. Nah terakhir-terakhir ini si oom Fadli Zon akhirnya sukses menjadi salah satu wakil ketua DPR.

Ketika saya buka-buka lagi buku “Pak Harto: The Untold Stories” edisi ekonomis dari Mahpudi, et all, ternyata si oom Fadli juga memberikan kisah-kisahnya dengan pak Harto presiden kedua Republik Indonesia. Dengan judul “bukan pemimpin biasa” .
Beliau (oom Fadli) bercerita menjadi salah satu mahasiswa yang menekan pemerintahan presiden Soeharto ketika saat itu sedang santer-santernya angin glasnost dan perestroika yang menerpa Uni Soviet. Uni Soviet yang marxist saat itu (medio 80an akhir) melakukan reformasi di bidang ekonomi, administrasi pemerintahan dan media massa, tapi malah kebablasan sampai meng-keping-kepingkan negaranya sendiri dan negara satelitnya.
Kembali ke oom Fadli, beliau mengakui bahwa saat di kampus beliau termasuk mahasiswa yang aktif mengoreksi pemerintahan yang sedang berjalan karena mengganggap peranan militer (ABRI) dan birokrasi sudah terlalu jauh. Lantang mengoreksi pemerintah, didukung hangat-hangatnya reformasi di soviet dan negara satelitnya kala itu. Namun, setelah berjalannya waktu dan mengenal lebih dekat dengan Pak Harto beliau mulai melunak. Di kisah yang ditulisnya Oom Fadli juga terang-terangan mengutuk IMF (International Monetary Fund) yang memberikan diagnosis salah terhadap perekonomian Indonesia. Subsidi dicabut, nilai tukar rupiah dibiarkan mengambang, berdampak mahalnya harga dan akhirnya menjadi chaos 1998.
Pandangannya mengenai IMF ini saya pribadi juga sangat setuju dengan si oom ini, IMF adalah salah satu lembaga “malaikat” dengan memberikan bantuan dana bagi negara yang membutuhkan, sayangnya bantuan tersebut disertai syarat-syarat yang harus dijalankan oleh negara penerima tanpa melihat secara khusus kebutuhan negara yang bersangkutan. Semua pukul sama rata. Akhirnya, bukannya mereda, krisis ekonomi malah bertambah dan bertranformasi menjadi krisis-krisis lain (diantaranya krisis moral masyarakat dan krisis keinginan dis-integrasi) yang akhirnya mempersakit Indonesia di  awal millenium baru.
Perkara IMF ini juga ada catatan aneh, salah satunya adalah IMF pernah “mengemis” pada negara-negara yang pernah dibantunya. Disuruh urunan 1 juta dolar US untuk setiap negara agar bisa membantu perekonomian Eropa dan Amerika yang lesu karena krisis global perumahan dahulu itu looo. Aneh bin ajaib, negara-negara Eropa juga Amerika yang maju dan mengagung-agungkan azas laisse-freire dalam perekonomiannya selama berabad-abad itu harus “mengemis” lewat tangan IMF kepada negara berkembang. Untungnya, pada pemerintahan SBY akhirnya Indonesia keluar dari keanggotaan IMF. Apakah pemerintahan yang baru mendatang akan masuk kembali ke IMF? Ataukah IMF akan berubah bentuk menjadi organisasi baru namun tetap mengajukan syarat-syarat “brengsek” ketika memberikan bantuan kepada negara penerimanya? Saya berharap pemerintahan  baru mendatang sangat berhati-hati terhadap setiap organisas seperti ini. Hati-hati looo pak Jokowi, jangan suka dibisiki atau disuruh begini-begono dengan seseorang. Hi..hi..hi
Setelah Pak Harto Lengser, oom Fadli ini pun masih dekat dengan beliau. Beberapa kali oom Fadli membuat buku mengenai pak Harto (kapan-kapan saya cari aah!!). Mengetahui segala hujatan yang ditujukan kepada pak Harto dan menjadi saksi beberapa rakyat yang masih kangen dengan presiden Indonesia kedua ini.
Dari cerita saya diatas, dapat dibuat sebuah hipotesa atau gambaran. Oom Fadli mengagumi pak Harto sekaligus kagum dengan langkah-langkah beliau di bidang ekonomi dan pemerintahan, meskipun ada beberapa diantaranya yang harus direvisi.
Setelah kali ini menjadi salah satu wakil DPR apakah Oom ini dan fellowshipnya akan menggerakkan haluan Republik ke arah kebijakan mirip orde baru? Waktu yang akan menjawab, selama lima tahun kedepan dari tahun ini (2014). Menjadi oposisi adalah sebuah keniscayaan untuk DPR pada pemerintahan yang akan datang jika melihat track record partai penguasa mendatang yang sebenarnya juga pernah berkuasa  pada awal-awal reformasi, partai ini dan pemimpinnya kebanyakan membuat peraturan yang “kurang berkenan” terhadap wibawa Indonesia. Tak perlu saya kasih contoh yaaa. Indosat!! Eh kelepasan :v.

Saya pribadi sebenarnya bukan orang yang suka menghujat Orde Baru, karena dari beberapa data dan cerita orang-orang tua, di bidang perkembangan pembangunan dan keamanan, pemerintahan ini terbilang sukses ~Iseh enak jamanku too?~. Diluar adanya pelanggaran HAM, pemerintahan otoriter, dan lain-lain. Banyak juga hal baik terjadi pada masa ini sampai Indonesia mendapatkan penghargaan karena swasembada beras sekaligus menjadi salah satu “macan asia” pada era 80 sampai 90an.
Tengok!, padahal orde baru dimulai tahun 1965-1966 an dan baru mendapatkan hasil “tanaman”nya pada era 80 akhir dan 90an awal. 25 tahun lebih baru dapat hasilnya. Dibutuhkan kesabaran pemimpin disertai pembangunan yang berkesinambungan bukan? Pengennya saya sih semoga Republik Indonesia dapat meniru stabilitas, keamanan, dan pembangunan ekonomi di masa orde baru. Tetapi bukan berarti semua pada masa orde baru adalah yang terbaik, harus ada beberapa hal yang direvisi. Di Reformasi pun selain hal baik ada banyak juga yang jelek, kasih contoh sebagian saja deh, di televisi tuh buanyak tayangan-tayangan “sampah” kurang layak ditonton, salah satu hasil anak reformasi yang bertengger pada kebebasan berekspresi.Preettt.

Ada catatan kecil lagi, fotonya oom Fadli Zon di buku ini bersama pak Harto masih kurus dan imoet-imoet. Tapi sekarang setelah merried, punya anak, dan (mungkin) uangnya banyak, Om Fadli bertranformasi menjadi  subur bener. Mungkinkah Saya nanti juga demikian? Ho..ho..ho :D. Semoga semakin sukses kedepan yah oom.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar