Pertentangan dan “pertempuran” ideologi dalam tata kelola
ekonomi pada saat ini mungkin kurang mendapat perhatian yang lebih mendalam
setelah berakhirnya perang dingin dan kekalahan sistem ekonomi Marxistme-
Komunisme Uni Soviet pada era 80an dari sistem ekonomi kapital yang diusung
oleh USA.
Dunia ekonomi seperti “telah paham” ke arah mana haluan tata
kelola ekonominya akan digerakkan pada tahun-tahun belakangan ini, ke arah
keterbukaan ekonomi dan demokrasi. Setelah Soviet lebih membuka diri menjadi
federasi Rusia, maka RRC pun melakukan “revisi” pada tata kelola ekonomi namun
tidak diikuti oleh tata kelola administrasi pemerintahannya. Perkawinan silang
ini menghasilkan ideologi baru yang cukup menggelikan, sistem pemerintahan
sosialis dengan tata kelola ekonomi lebih terbuka. Namun sistem ini buktinya
juga menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang baik, buktinya sampai saat ini RRC
menjadi salah satu kekuatan ekonomi di dunia.
Pak Jokowi sudah dilantik hari ini tanggal 20 November 2014,
itu berarti saat inilah beliau dan partai beliau yang memenangkan pemilu di
tahun 2014 diberikan kesempatan untuk memutar-putar dan menggerak-gerakkan
haluan ”kapal” bernama Republik Indonesia ini.
Gembor-gembor ekonomi perubahan yang diberi tajuk “ekonomi
kerakyatan” analog dengan pak jokowi ataupun PDI-P sebagai partai pemenang
pemilu. Lalu pertanyaannya kemudian? Akan berjalankah konsep ekonomi kerakyatan
pada era pemerintahan pak Jokowi ini? Secara umum ekonomi kerakyatan adalah
ekonomi yang berfokus pada pembangunan ekonomi yang bersumber dari rakyat,
untuk rakyat dan hasilnya akan dinikmati oleh rakyat, oleh karenanya pemberian
fasilitas dan katalisator untuk menggerakkan ekonomi rakyat harus digalakkan.
Pengalihan subsidi menjadi tepat sasaran adalah salah satu contohnya, tak ada
lagi subsidi BBM untuk kendaraan pribadi,
penumpang dialihkan kepada kendaraan massal yang disubsidi, kendaraan
niaga mendapat subsidi beserta perahu nelayan. Simpel di atas konsep, tinggal
maukah pemerintahan mendatang menjalankan konsep-konsep ekonomi kerakyatan-nya?
Yang itu sebenarnya menjadi “hutang kampanye” partai yang kini sudah berkuasa
dengan pemimpinnya.
Masih terlalu dini jika kita menilai atau terlalu pesimis
jika kita menilai sekarang, rakyat Republik Indonesia sendirilah yang akan
menilai hasil dari konsep-konsep “ekonomi kerakyatan” yang dijanjikan pada
masa-masa kampanye.
Setiap ideologi dan konsep-konsep tata kelola ekonomi
sesudahnya merupakan pengembangan dari ideologi-ideologi ekonomi “utama”
semacam ideologi Kapitalisme dan Sosialisme. Saling pengaruh-mempengaruhi.
Ketika Adam Smith menggagas kebebasan berekonomi tanpa adanya campur tangan
pihak pemerintah, pasar hanya diatur oleh invisible hand (tangan tak terlihat)
untuk mensejajarkan neraca permintaan-penawaran maka terciptalah Kapitalisme
dan Liberalisme. Dan ketika Karl Marx menggagas revisi total terhadap gagasan
ini dikarenakan beliau menilai gagasan ini hanya semakin mempolarisasi kekayaan
pada satu pihak dan semakin menyedot hak pihak lain, maka beliau (Marx)
menggagas faktor-faktor produksi tidak boleh dimiliki oleh individu melainkan
dimiliki oleh kelompok (komunal) maka lahirlah sistem ekonomi komunis-sosialis.
Namun sesungguhnya, semua ideologi, konsep, dan
gagasan-gasan mengenai tata kelola ekonomi itu semua bermuara pada penciptaan
sebuah utopia (mimpi tertinggi) untuk menciptakan welfare state
(negara-masyarakat yang sejahtera). di Indonesia istilah ini kurang familiar,
namun istilah ini digantikan dengan istilah negara dan masyarakat yang “madani”.
Tidak pernah ada satu orang pun di bumi Nusantara ini yang mengatakan bahwa
Republik indonesia adalah welfare state dan negara yang madani, namun Republik
Indonesia sedang berusaha dan menuju ke arah-arah tersebut, inilah yang saya
sebut sebagai utopia, mimpi tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap-tiap
konsep, gagasan, dan ideologi khususnya dalam tata-kelola ekonomi.
Begitupun dengan “ekonomi kerakyatan”! sedang menuju ke arah
itu (masyarakat madani), tetapi timbul
sebuah tanya, apakah telah terbukti tahan menghadapi setiap tantangan ekonomi
di era yang semakin terbuka ini? Tata kelola ekonomi masa orde baru yang
disebut sebagai trilogi pembangunan, terdiri dari: stabilitas, pertumbuhan dan
pemerataan nyatanya “hanya” 32 tahun
bertahan dan akhirnya rontok juga. Padahal dari segi konsep, trilogi
pembangunan adalah tata-kelola ekonomi yang membangun “pondasi”, “tiang-tiang
bangunan”, dan “atap yang menaungi semua”.
Trilogi pembangunan seharusnya menjadi rumah yang kuat dan
indah, namun terbukti runtuh juga. “Ekonomi kerakyatan” menurut Saya juga
merupakan sebuah konsep tata-kelola perekonomian yang indah bertujuan menggerakkan kapal
Republik ke arah kesejahteraan, ke-madani-an, dan walfare state secara konsep,
namun tantangan untuk menjalankan konsep dalam keadaan real akan jauh lebih
kompleks. Dibutuhkan kesabaran, kontinuitas, dan konsistensi dalam menjalankan
konsep yang sudah dibuat dan terlanjur memberikan ekspektasi pada masyarakat
Indonesia. Akhir kata, Pak Jokowi,
monggo jalankan konsepnya. Rakyat Indonesia, monggo kita tunggu dan nilailah
hasilnya.
https://bobbyykzir.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar