Minggu, 19 Oktober 2014

Ekonomi, semua bermuara pada Welfare State. Pak Jokowi, monggo jalankan konsepnya


Pertentangan dan “pertempuran” ideologi dalam tata kelola ekonomi pada saat ini mungkin kurang mendapat perhatian yang lebih mendalam setelah berakhirnya perang dingin dan kekalahan sistem ekonomi Marxistme- Komunisme Uni Soviet pada era 80an dari sistem ekonomi kapital yang diusung oleh USA.

Dunia ekonomi seperti “telah paham” ke arah mana haluan tata kelola ekonominya akan digerakkan pada tahun-tahun belakangan ini, ke arah keterbukaan ekonomi dan demokrasi. Setelah Soviet lebih membuka diri menjadi federasi Rusia, maka RRC pun melakukan “revisi” pada tata kelola ekonomi namun tidak diikuti oleh tata kelola administrasi pemerintahannya. Perkawinan silang ini menghasilkan ideologi baru yang cukup menggelikan, sistem pemerintahan sosialis dengan tata kelola ekonomi lebih terbuka. Namun sistem ini buktinya juga menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang baik, buktinya sampai saat ini RRC menjadi salah satu kekuatan ekonomi di dunia.
Pak Jokowi sudah dilantik hari ini tanggal 20 November 2014, itu berarti saat inilah beliau dan partai beliau yang memenangkan pemilu di tahun 2014 diberikan kesempatan untuk memutar-putar dan menggerak-gerakkan haluan ”kapal” bernama Republik Indonesia ini.
Gembor-gembor ekonomi perubahan yang diberi tajuk “ekonomi kerakyatan” analog dengan pak jokowi ataupun PDI-P sebagai partai pemenang pemilu. Lalu pertanyaannya kemudian? Akan berjalankah konsep ekonomi kerakyatan pada era pemerintahan pak Jokowi ini? Secara umum ekonomi kerakyatan adalah ekonomi yang berfokus pada pembangunan ekonomi yang bersumber dari rakyat, untuk rakyat dan hasilnya akan dinikmati oleh rakyat, oleh karenanya pemberian fasilitas dan katalisator untuk menggerakkan ekonomi rakyat harus digalakkan. Pengalihan subsidi menjadi tepat sasaran adalah salah satu contohnya, tak ada lagi subsidi BBM untuk kendaraan pribadi,  penumpang dialihkan kepada kendaraan massal yang disubsidi, kendaraan niaga mendapat subsidi beserta perahu nelayan. Simpel di atas konsep, tinggal maukah pemerintahan mendatang menjalankan konsep-konsep ekonomi kerakyatan-nya? Yang itu sebenarnya menjadi “hutang kampanye” partai yang kini sudah berkuasa dengan pemimpinnya.
Masih terlalu dini jika kita menilai atau terlalu pesimis jika kita menilai sekarang, rakyat Republik Indonesia sendirilah yang akan menilai hasil dari konsep-konsep “ekonomi kerakyatan” yang dijanjikan pada masa-masa kampanye.
Setiap ideologi dan konsep-konsep tata kelola ekonomi sesudahnya merupakan pengembangan dari ideologi-ideologi ekonomi “utama” semacam ideologi Kapitalisme dan Sosialisme. Saling pengaruh-mempengaruhi. Ketika Adam Smith menggagas kebebasan berekonomi tanpa adanya campur tangan pihak pemerintah, pasar hanya diatur oleh invisible hand (tangan tak terlihat) untuk mensejajarkan neraca permintaan-penawaran maka terciptalah Kapitalisme dan Liberalisme. Dan ketika Karl Marx menggagas revisi total terhadap gagasan ini dikarenakan beliau menilai gagasan ini hanya semakin mempolarisasi kekayaan pada satu pihak dan semakin menyedot hak pihak lain, maka beliau (Marx) menggagas faktor-faktor produksi tidak boleh dimiliki oleh individu melainkan dimiliki oleh kelompok (komunal) maka lahirlah sistem ekonomi komunis-sosialis.
Namun sesungguhnya, semua ideologi, konsep, dan gagasan-gasan mengenai tata kelola ekonomi itu semua bermuara pada penciptaan sebuah utopia (mimpi tertinggi) untuk menciptakan welfare state (negara-masyarakat yang sejahtera). di Indonesia istilah ini kurang familiar, namun istilah ini digantikan dengan istilah negara dan masyarakat yang “madani”. Tidak pernah ada satu orang pun di bumi Nusantara ini yang mengatakan bahwa Republik indonesia adalah welfare state dan negara yang madani, namun Republik Indonesia sedang berusaha dan menuju ke arah-arah tersebut, inilah yang saya sebut sebagai utopia, mimpi tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap-tiap konsep, gagasan, dan ideologi khususnya dalam tata-kelola ekonomi.
Begitupun dengan “ekonomi kerakyatan”! sedang menuju ke arah itu (masyarakat madani), tetapi  timbul sebuah tanya, apakah telah terbukti tahan menghadapi setiap tantangan ekonomi di era yang semakin terbuka ini? Tata kelola ekonomi masa orde baru yang disebut sebagai trilogi pembangunan, terdiri dari: stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan nyatanya “hanya”  32 tahun bertahan dan akhirnya rontok juga. Padahal dari segi konsep, trilogi pembangunan adalah tata-kelola ekonomi yang membangun “pondasi”, “tiang-tiang bangunan”, dan “atap yang menaungi semua”.
Trilogi pembangunan seharusnya menjadi rumah yang kuat dan indah, namun terbukti runtuh juga. “Ekonomi kerakyatan” menurut Saya juga merupakan sebuah konsep tata-kelola perekonomian  yang indah bertujuan menggerakkan kapal Republik ke arah kesejahteraan, ke-madani-an, dan walfare state secara konsep, namun tantangan untuk menjalankan konsep dalam keadaan real akan jauh lebih kompleks. Dibutuhkan kesabaran, kontinuitas, dan konsistensi dalam menjalankan konsep yang sudah dibuat dan terlanjur memberikan ekspektasi pada masyarakat Indonesia.  Akhir kata, Pak Jokowi, monggo jalankan konsepnya. Rakyat Indonesia, monggo kita tunggu dan nilailah hasilnya.

https://bobbyykzir.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar