Konsep Gagasan
dan Marxisme Indonesia kini
Gagasan adalah
gagasan, buah pemikiran yang lahir dari
otak manusia, gagasan hanya bernilai jika memang sesuai dengan kenyataan atau
dapat pula dikatakan gagasan dapat bernilai dengan menjual impian-impian yang
akan kita rengkuh suatu hari nanti. Karena hasil pikir dari otak manusia, maka
gagasan tidak ada yang pernah abadi, gagasan yang tidak sesuai dengan
karakteristik manusia dan kenyataan yang ada akan terbuang di tong sampah
sejarah karena tidak mempunyai pengikut dan pemakai. Sehingga, gagasan yang
buruk akan tergantikan gagasan yang baik, gagasan yang baik tergantikan gagasan
yang lebih baik, namun tidak pernah ada gagasan yang terbaik karena manusia
selalu menuju dan mencari kesempurnaan namun belum tentu dapat direngkuhnya.
Kekhawatiran
beberapa pihak di Republik Indonesia dewasa ini tentang kebangkitan Marxistme
mulai merebak, paham mungkin tidak dapat kita lihat karena hal “itu” tersimpan
di otak dan sanubari masing-masing orang. Namun dapat kita lihat dari banyaknya
lambang-lambang Marxisme yang digunakan oleh orang atau kelompok dalam
perjuangannya yang identik dengan kaum sosialis. Diantara lambang itu adalah:
Palu-Arit (sekarang jarang ditemukan di Indonesia karena lambang ini terlalu
identik dengan PKI), bendera merah (red
banner) sering ditemukan dan digunakan, Bintang Merah, Bintang kuning
background merah, dan bintang hitam background merah.
Di awal dan
diatas saya sampaikan gagasan adalah gagasan, Marxisme adalah suatu gagasan.
Maka untuk melawannya tentu harus dengan
gagasan yang lebih baik. Kita mengikrarkan diri sebagai negara dengan ideologi
Pancasila, apakah ada yang kurang dari Pancasila? Anda ingin mengabdi pada
Tuhan YME dan menjalankan perintah-Nya, tertuang disitu. Anda ingin menjadi
orang berkepribadian sosial dengan tidak bertumpu pada pemikiran materialis,
sehingga Anda dapat pula mengabdi pada Tuhan YME, juga tertuang disitu. Namun
kenapa ada sebagaian dari rakyat kita yang masih mempercayai pemikiran seorang Karl
Marx dan menjadikan dasar dalam perjuangannya.
Pertanyaannya
adalah? Apakah Pancasila telah merasuk dalam pemikiran Kita sehingga kegiatan
yang kita lakukan dalam mengelola negara ini sesuai dengan yang diamanatkan
oleh pendiri bangsa Kita? Ataukah kita lebih tertarik dengan
pemikiran-pemikiran lain yang terpaku pada kapital dan kekayaan, sehingga
Pancasila kita buang ke tong sejarah bangsa dan kawan-kawan kita sebangsa yang
lain mencomot gagasan Marxsime untuk memperoleh hak-hak mereka karena merasa
tak adil? Maka janganlah heran jika seperti ini terus-menerus akan datang
nantinya kaum-kaum Borjuis baru di Indonesia, dengan gelimang harta dan
kemewahan gaya hidup hedon disertai peliputan jor-joran dari media massa yang
membuat orang-orang lemah merasa perlu untuk mencapai “kemenangannya” dengan
bantuan Marxisme yang dihidupkannya kembali.
Pancasila
sebagai Kunci Kepribadian Bangsa
Cara
mengatasinya adalah dengan cara mengidupkan kembali nilai-nilai Pancasila
sebagai dasar bernegara dan kepribadian Kita, kagumlah dengan Sila pertama
“Ketuhanan YME” sebuah konsep cerdas dalam membangun bangsa dan negara plural
seperti Indonesia. Indonesia bukan Islam, bukan hindu, bukan budha, bukan
kristen, namun nilai-nilai keagamaan yang baiklah yang akan digunakannya:
tentang Ke-Tuhanan, tentang kebajikan, nilai-nilai inilah yang ada secara
universal ada dalam setiap agama.
Pemerintah
Republik Indonesia harus mengatasi kesenjangan sosial agar tidak bertambah
lebar, sehingga tidak terjadi ke-iri-an sosial pada setiap warganya. Pemerintah
dan bawahannya harus mau hidup dengan lebih sederhana, karena harus memahami
“bahwa apa yang saya kelola ini adalah uang rakyat dan apapun yang baik bagi
rakyat akan saya lakukan karena saya adalah pelayan dari rakyat” bukannya
menjadi raja-raja kecil disetiap daerah namun rakyatnya menderita.
Ketika semua
berjalan pada “rel” yang diinginkan pendiri bangsa kita dalam merumuskan
Pancasila yang digunakan dalam mengelola Republik Indonesia, maka akan membuat
gagasan Pancasila menjadi “baik” dengan tampak dari perilaku pemerintah dan
masyarakatnya, maka janganlah heran kembali jika Marxisme ataupun
gagasan-gagasan lain yang frontal akan menemui ajalnya di bumi Nusantara bahkan
tanpa sebuah ketetapan atau peraturan pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar