Jumat, 08 Agustus 2014

Humaniora: Marxisme, Kelahiran di Dunia dan (mungkin) Kematiannya di Indonesia (bagian#3-habis)


Konsep Gagasan dan Marxisme Indonesia kini
Gagasan adalah gagasan, buah pemikiran yang lahir  dari otak manusia, gagasan hanya bernilai jika memang sesuai dengan kenyataan atau dapat pula dikatakan gagasan dapat bernilai dengan menjual impian-impian yang akan kita rengkuh suatu hari nanti. Karena hasil pikir dari otak manusia, maka gagasan tidak ada yang pernah abadi, gagasan yang tidak sesuai dengan karakteristik manusia dan kenyataan yang ada akan terbuang di tong sampah sejarah karena tidak mempunyai pengikut dan pemakai. Sehingga, gagasan yang buruk akan tergantikan gagasan yang baik, gagasan yang baik tergantikan gagasan yang lebih baik, namun tidak pernah ada gagasan yang terbaik karena manusia selalu menuju dan mencari kesempurnaan namun belum tentu dapat direngkuhnya.

Kekhawatiran beberapa pihak di Republik Indonesia dewasa ini tentang kebangkitan Marxistme mulai merebak, paham mungkin tidak dapat kita lihat karena hal “itu” tersimpan di otak dan sanubari masing-masing orang. Namun dapat kita lihat dari banyaknya lambang-lambang Marxisme yang digunakan oleh orang atau kelompok dalam perjuangannya yang identik dengan kaum sosialis. Diantara lambang itu adalah: Palu-Arit (sekarang jarang ditemukan di Indonesia karena lambang ini terlalu identik dengan PKI), bendera merah (red banner) sering ditemukan dan digunakan, Bintang Merah, Bintang kuning background merah, dan bintang hitam background merah.

Di awal dan diatas saya sampaikan gagasan adalah gagasan, Marxisme adalah suatu gagasan. Maka untuk  melawannya tentu harus dengan gagasan yang lebih baik. Kita mengikrarkan diri sebagai negara dengan ideologi Pancasila, apakah ada yang kurang dari Pancasila? Anda ingin mengabdi pada Tuhan YME dan menjalankan perintah-Nya, tertuang disitu. Anda ingin menjadi orang berkepribadian sosial dengan tidak bertumpu pada pemikiran materialis, sehingga Anda dapat pula mengabdi pada Tuhan YME, juga tertuang disitu. Namun kenapa ada sebagaian dari rakyat kita yang masih mempercayai pemikiran seorang Karl Marx dan menjadikan dasar dalam perjuangannya.

Pertanyaannya adalah? Apakah Pancasila telah merasuk dalam pemikiran Kita sehingga kegiatan yang kita lakukan dalam mengelola negara ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh pendiri bangsa Kita? Ataukah kita lebih tertarik dengan pemikiran-pemikiran lain yang terpaku pada kapital dan kekayaan, sehingga Pancasila kita buang ke tong sejarah bangsa dan kawan-kawan kita sebangsa yang lain mencomot gagasan Marxsime untuk memperoleh hak-hak mereka karena merasa tak adil? Maka janganlah heran jika seperti ini terus-menerus akan datang nantinya kaum-kaum Borjuis baru di Indonesia, dengan gelimang harta dan kemewahan gaya hidup hedon disertai peliputan jor-joran dari media massa yang membuat orang-orang lemah merasa perlu untuk mencapai “kemenangannya” dengan bantuan Marxisme yang dihidupkannya kembali.

Pancasila sebagai Kunci Kepribadian Bangsa
Cara mengatasinya adalah dengan cara mengidupkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai dasar bernegara dan kepribadian Kita, kagumlah dengan Sila pertama “Ketuhanan YME” sebuah konsep cerdas dalam membangun bangsa dan negara plural seperti Indonesia. Indonesia bukan Islam, bukan hindu, bukan budha, bukan kristen, namun nilai-nilai keagamaan yang baiklah yang akan digunakannya: tentang Ke-Tuhanan, tentang kebajikan, nilai-nilai inilah yang ada secara universal ada dalam setiap agama.

Pemerintah Republik Indonesia harus mengatasi kesenjangan sosial agar tidak bertambah lebar, sehingga tidak terjadi ke-iri-an sosial pada setiap warganya. Pemerintah dan bawahannya harus mau hidup dengan lebih sederhana, karena harus memahami “bahwa apa yang saya kelola ini adalah uang rakyat dan apapun yang baik bagi rakyat akan saya lakukan karena saya adalah pelayan dari rakyat” bukannya menjadi raja-raja kecil disetiap daerah namun rakyatnya menderita.


Ketika semua berjalan pada “rel” yang diinginkan pendiri bangsa kita dalam merumuskan Pancasila yang digunakan dalam mengelola Republik Indonesia, maka akan membuat gagasan Pancasila menjadi “baik” dengan tampak dari perilaku pemerintah dan masyarakatnya, maka janganlah heran kembali jika Marxisme ataupun gagasan-gagasan lain yang frontal akan menemui ajalnya di bumi Nusantara bahkan tanpa sebuah ketetapan atau peraturan pun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar